Kamis, 13 Desember 2012

PENAMBANGAN PASIR




Dampak pertambangan pasir
Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sana? Inilah sebetulnya gambaran nyata dari segelintir mereka yang mengaku warga negara Indonesia yang sedang melakukan penjualan atas tanah airnya demi untuk memperkaya diri pribadi masing-masing. Tidak hanya itu, tanah airnya inipun dijualnya dengan sangat murah! Kenapa demikian? Karena nilai jual dari pasir laut dari mereka oleh pembeli dari Singapura yang kemudian dikenal sebagai tauke ini hanya dihargai sebesar 1,2 sampai 1,5 dolar Singapura per meter kubik, sedangkan para tauke tersebut menjualnya kembali kepada pemerintah Singapura sebesar 6 hingga 8 dolar Singapura per meter kubik.Sungguh suatu ironi yang terjadi di depan mata Di satu sisi para tauke ini menikmati keuntungan yang tinggi, juga para pemasok pasir dari Indonesia menikmati bagiannya. Di sisi lain lingkungan laut beserta isinya hancur-lebur atas biaya para nelayan yang biasanya menangkap ikan di sana. Kegundahan para nelayan ini sudah terlihat mulai dari berdatangannya kapal-kapal keruk tersebut ke daerah dimana mereka biasanya memasang jala dan memancing. Masalah pertama yang dialami oleh para nelayan ini adalah tersangkutnya jala dan pancing mereka oleh kapal-kapal keruk, kemudian disusul dengan semakin menurunnya hasil ikan yang tertangkap. Sudah pasti hal ini terjadi sebab seluruh isi laut disedot tanpa pandang bulu, tidak hanya pasir yang terangkat, tetapi juga telur-telur dan anak-anak ikan serta biota laut lainnya ikut musnah. Mereka hanya mengetahui bahwa kegiatan penambangan pasir laut ini hanya akan menurunkan penghasilan mereka. Walaupun di kemudian hari ada pembagian sedikit hasil dari penambangan pasir laut ini dalam bentuk biaya yang disebut pengembangan masyarakat atau istilah kerennya community development. Tetapi tetap saja bagi mereka hal tersebut bukan merupakan jalan keluar yang terbaik, karena sifatnya yang hanya sporadis dan tidak berkelanjutan, selain distribusi dari dana bantuan yang sering kali seret dan tersendat-sendat.

Dampak negatif lain yang juga ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut yang segera terlihat adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil yang berada di propinsi yang terdiri dari tiga ribuan pulau ini. Salah satu pulau kecil yang hampir tenggelam diantaranya adalah Pulau Nipah, merupakan pulau kecil yang tidak berpenghuni tetapi sangat penting peranannya. Kenapa demikian, karena pulau ini merupakan tanda dari batas kontinen negara kita dengan Singapura, bayangkan bila pulau ini benar-benar tenggelam atau hilang, yang diuntungkan adalah Singapura, karena kemudian dapat mengklaim bahwa luas wilayah negaranya telah bertambah.






PERIZINAN PENAMBANGAN PASIR

Para pejabat pemerintahan dan aparat hukum yang membiarkan, melindungi, serta mengijinkan pertambangan pasir besi terus berlangsung di pesisir pantai selatan Jawa Barat, merupakan pengkhianat bangsa.
Pasalnya, eksploitasi pasirbesi telah mengganggu kedaulatan bangsa, merampas hak azasi rakyat, memecah belah persatuan warga, serta merusak lingkungan yang semestinya diwariskan ke generasi berikutnya.
Atas hal itu, Forum Penyelamat Jabar Selatan bakal melakukan class action serta perlawanan secara hukum dan politik terhadap semua pihak yang dianggap membiarkan eksploitasi pasirbesi di Jabar selatan.
"Aktifitas tambang pasirbesi telah mengurangi batas teritorial pantai. Di beberapa kawasan, mundurnya batas pantai bisa mencapai 20 kilometer. Itu sama saja menggeroti kedaulatan negara ini. Artinya mereka, para pejabat pemerintah mulai dari desa, kelurahan, kecamatan, kabupatan, provinsi hingga pusat, termasuk aparat penegak hukum yang hare-hare terhadap eksploitasi
tersebut tidak punya jiwa nasionalis. Apa bedanya dengan pengkhianat bangsa," kata Duta Sawala Baresan Olot Tatar Sunda Eka Santosa, dalam sebuah diskusi di Jln. Sulanjana, Kota Bandung, Selasa (12/9) petang.
Forum Penyelamat Jabar merupakan gabungan sejumlah elem
en seperti Baresan Olot Tatar Sunda, DPKLTS, Walhi Jabar, HNSI, Forum DAS Citarum, dan LBH Bandung.
PASCA PENAMBANGAN PAS
pasca penambangan, kondisi alam berubah dan meninggalkan kerusakan dengan pemandangan yang buruk. Bersamaan dengan berubahnya kondisi alam, permukaan tanah yang merupakan lapisan tanah paling subur yang memiliki kandungan humus akan hilang disebabkan penggalian atau pengerukan pasir. Akibatnya tanah diseputaran lokasi penambangan pasir rata-rata merupakan areal perbukitan gundul dan tanah gersang.

PERTAMBANGANN URANIUM





1.Dampak Pertambangan Uranium
      risiko kesehatan serius akibat paparan radiasi gamma dan menghirup gas radon. Ini menyebabkan kanker. Radiasi dan gas radon radioaktif dapat mempengaruhi penambang serta orang yang hidup dan bekerja dekat dengan area pertambangan dan jalan yang digunakan untuk mengangkut bijih dan kue kuning.
Perusakan lingkungan. Tambang terbuka-pit dapat mencapai ratusan meter luas dan mendalam. Seperti namanya, lubang besar akan digali yang dapat berakibat kerusakan ekosistem setempat.
Pencemaran lingkungan dengan bahan radioaktif. Radioaktivitas, baik dalam padat, cair atau gas negara, diangkut melalui udara, air dan dalam tanah dan karena itu negatif mempengaruhi kualitas mereka.
Kekurangan air. pertambangan Uranium dan penggilingan kebutuhan masukan dari sejumlah besar air tawar. Hal ini dapat mengakibatkan kekurangan air di sektor lain dari masyarakat seperti di banyak tempat di Afrika air sudah bermasalah.
Limbah batu. Limbah-rock mengandung nilai rendah uranium yang dapat dibawa pergi oleh angin.

2.PROSES PERIZINAN TAMBANG Uranium
     Dibalik kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan terhadap gangguan dan ancaman (Medrizam et al., 2004), baik gangguan alami seperti gelombang, tsunami, dan pemutihan karang (coral bleaching) (Westmacott et al., 2000) maupun gangguan akibat faktor anthropogenic (akibat aktivitas manusia) seperti pembangunan wilayah pesisir, pencemaran organik dan logam berat serta berbagai kegiatan tak berkelanjutan lainnya (Supriharyono 2000; Burke et al. 2002).
Logam berat tembaga (Cu) merupakan salah satu polutan di perairan laut yang berasal dari berbagai buangan industri, limbah rumah tangga atau pertanian dan cat antifouling (Mitchelmore et al., 2007). Dalam konsentrasi yang sangat rendah, Cu menjadi logam esensial bagi organisme namun dalam konsentrasi yang lebih tinggi dapat bersifat toksik bagi organisme laut (Ringwood 1992 dalam Victor & Richmond 2005) termasuk pada hewan karang.
Paparan karang terhadap Cu dalam konsentrasi dan periode tertentu dapat memberikan efek negatif pada metabolisme (Alutoin et al. 2001; Bielmyer et al. 2010), proses kalsifikasi kerangka kapur, pertumbuhan (Bielmyer et al., 2010), bahkan proses reproduksi (Negri & Heyward 2001; Reichelt-Brushett & Harrison 1999; Reichelt-Brushett & Michalek-Wagner 2005; Victor & Richmond 2005) dan penempelan (settlement) karang (Negri & Heyward, 2001).


A. LOGAM TEMBAGA (Cu)

1. Terminologi Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia, Cu menempati golongan 11 dengan nomor atom (NA) 29 dan bobot atom (BA) 63.546.
  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLHrM8amA9Ri2JytN4B5qMNZ4Ns0XmXXAwzqJJj9sxM9QU4bWBqK_tcaGK9rSPE5_gxMY8zC1LZp6xLIm8rpgXYI75-5zpUDv0ZIHjvUHJL5r2PWS7xB_jryJk6TEe9pMmYgXf9fEatNM/s320/cu.JPG
(www.webmineral.com)

Unsur logam ini berbentuk kristal berwarna kemerah-merahan karena adanya lapisan tipis tarnish yang teroksidasi saat terkena udara.
2. Karakteristik Tembaga (Cu)
Secara kimia, senyawa-senyawa yang dibentuk oleh Cu memiliki bilangan valensi +1 dan +2. Cu yang memiliki valensi +1 sering disebut cuppro sedangkan yang bervalensi +2 sering dinamakan cuppry. Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk kompleksi-kompleksi yang sangat stabil, misalnya Cu(NH3)6.Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaannya seperti CuCO3, CuO, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2 tidak dapat larut dalam air sehingga harus dilarutkan dalam asam. Cu juga bereaksi dengan larutan yang mengandung sulfida atau hidrogen sulfida.

3. Tembaga pada Organisme
Logam Cu merupakan logam esensial, dalam artian bahwa Cu diperlukan oleh organisme dalam konsentrasi yang sangat rendah (Duffus, 1980; Palar, 2004). Tubuh manusia secara normal mengandung 1.4 – 2.1 mg Cu per kilogram berat badan. Cu terdistribusi terutama dalam hati, otot dan tulang. Transpor Cu dalam darah dilakukan oleh plasma protein yang disebut ceruloplasmin. Metabolisme dan ekskresi Cu juga dibantu oleh ceruloplasmin yang mentranspor Cu kedalam hati untuk disekresikan melalui empedu yang pada akhirnya dikeluarkan bersama feses.
Pada manusia, Cu tergolong dalam kelompok metalloenzim. Logam Cu diperlukan untuk sistem oksidatif seperti askorbat iksidase, sistikrom C oksidase, polifenol oksidase, amino oksidase dan sebagainya. Cu juga diperlukan dalam bentuk Cu-protein yang memiliki fungsi tertentu seperti pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak.
  
4. Aplikasi Tembaga
Logam Cu termasuk penghantar panas yang sangat baik dan merupakan penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum/Ag). Oleh karena itu, Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau kelistrikan. Dalam bidang kelistrikan dan elektronika, Cu digunakan sebagai kabel tembaga, elektromagnet, papan sirkuit, solder bebas timbal, magnetron dalam oven microwave, tabung vacuum, motor elektromagnet dan sebagainya. Pemanfaatan Cu lainnya misalnya adalah sebagai pelapis antifouling pada kapal atau bangunan laut, peralatan memasak, koin (uang logam) dan campuran larutan Fehling.
 
5. Tembaga di Lingkungan Perairan Laut
Unsur tembaga (Cu) di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa atau senyawa padat dalam bentuk mineral. Pada perairan laut, Cu dapat dijumpai dalam bentuk ion CuCO3+, CuOH+ dan sebagainya.
Secara alamiah, Cu masuk kedalam badan perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfer yang terbawa oleh air hujan. Aktifitas antropogenik seperti buangan industri, penambangan Cu, industri galangan kapal dan berbagai aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat peningkatan konsentrasi Cu di perairan laut (Palar, 2004).
Selain kegiatan antropogenik diatas, Cu yang terdapat pada air laut dapat berasal dari komponen herbisida dan fungisida yang diaplikasikan pada pertanian di kawasan pesisir (Cremlyn 1979 dalam Reichelt-Brushett & Harrison 1999) atau komponen dari bahan cat antifouling yang digunakan sebagai pelapis kapal (Selinger 1989 dalam Reichelt-Brushett & Harrison 1999) atau bangunan pantai lainnya.
Konsentrasi Cu pada perairan yang relatif belum tercemar berkisar antara 0.01 µg/L – 0.03 µg/L (Sadiq 1992 dalam Victor & Richmond 2005) sedangkan pada perairan laut yang tercemar berat, konsentrasi Cu dapat mencapai 30 µg/L (Sadiq 1992 dalam Mitchelmore et al. 2007) bahkan 50 µg/L (Chester 1990 dalam Mitchelmore et al. 2007).

PERTAMBANGAN EMAS






1.Dampak Pertambangan Emas
                                    Pada dasarnya ada tiga jenis limbah yang muncul akibat operasi pertambangan. Pertama, overburden atau tanah buangan hasil pengerukan. Kedua, tailing. Ini sering jadi masalah karena jumlahnya besar dan mencemari air. Dan ketiga, air asam tambang yang potensial terbentuk saat permukaan bumi dibuka sehingga unsur tanah tidak seimbang dengan udara. ”Kita hanya menyebut kerusakan lingkungan itu pada tempatan (lokasi penambangan). Padahal ini masalah dari hulu hingga kehilir.
                                             Berikut beberapa kasus pertambangan emas yang sempat dicatat TEMPO. Penambangan Liar Selain pertambangan resmi, penambangan liar juga memberikan kontribusi bagi kerusakan lingkungan. Tersebar di beberapa wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, tapi luasnya tidak terdeteksi dengan baik.

2.PROSES PERIZINAN TAMBANG
Emas
perizinan di Indonesia dan ketidakjelasan sikap pemerintah dalam mengatasinya. Perusahaan yang juga dikenal dengan nama Kalimantan Gold ini memerkirakan sudah menghabiskan USD24 juta untuk pekerjaan ekplorasinya sejak 1997 hingga kini.
           
Namun kini perusahaan dengan tenaga kerja 90 persen masyarakat lokal itu terancam tak bisa melangsungkan pekerjaan hingga tahapan feasibility studies dan kehilangan semua investasinya karena tak kunjung tuntasnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Padahal, permohonan izin sudah diajukan sejak lebih dari tiga tahun lalu.


3.Eksploitasi Dan Eksplorasi tambang Emas
eksplorasi dan eksploitasi emas dan tembaga di daerah Buladu oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai sejak Zaman Hindia – Belanda (abad ke-18). Bukti sejarah yang terdapat di daerah ini antara lain 3 buah kuburan Belanda di Pantai Buladu yang meninggal tahun 1899, lubang-lubang tambang dengan rel dan lori, alat pengolahan bijih emas berupa belanga berukuran besar, dan tailing padat yang terdapat di sekitar lokasi tambang .
Sementara penambangan rakyat yang lebih muda umurnya dalam sejarah seperti penambangan yang dilakukan di daerah Kelian, Kalimantan. Usaha penambangan emas oleh masyarakat setempat di Kelian diperkirakan baru dimulai setelah tahun 1930. Sebab, para geolog Belanda yang melaporkan adanya penambangan batu bara sekitar enam kilometer dari muara Sungai Kelian pada awal tahun 1930-an tidak melaporkan adanya penambangan emas. Penemuan emas oleh suku Dayak yang berdiam di pinggir sungai itu baru dilaporkan pertama kalinya tahun 1950-an. Menurut catatan pemerintah, tahun 1958-1963 dihasilkan emas 100-300 kg per tahun. Tetapi, diduga emas yang didapatkan lebih besar dari yang tercatat itu. Areal inilah yang kemudian diberikan konsesi oleh pemerintah kepada PT. Kelian Equatorial Mining (KEM).
Panjangnya lintasan sejarah yang dilalui oleh pertambangan dalam kehidupan rakyat, dapat dilihat pada aturan-aturan local (adat) dibanyak tempat , mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pertambangan. Di Minangkabau (Sumbar) terdapat aturan tentang pengelolaan ulayat termasuk pertambangan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan ulayat-sumberdaya tambang. Aturan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) tersebut berbunyi:

Karimbo Babungo Kayu, ka Sungai Babungo Pasia, Kaladang Babungo Ampiang, Katanah babungo ameh .
Pepatah adat ini menggariskan bahwa setiap pemanfaatan SDA dalam territorial Minangkabau harus memberikan kontribusi kepada masyarakat adat setempat. Dalam konteks pertambangan, fee untuk masyarakat adat inilah yang disebut dengan “Bunga Emas”.
Data-data diatas menunjukkan kepada kita bahwa pertambangan telah menjadi satu bentuk usaha yang sangat tua, dikelola secara mandiri dengan alat-alat sederhana dan diselenggarakan oleh komunitas-komunitas masyarakat mandiri dan telah berkembang jauh sebelum republik ini ada. Uraian-urain singkat diatas juga menunjukkan terdapat masyarakat-masyarakat didaerah yang karena mata pencaharian dan interaksi dengan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus, melahirkan budaya pertambangan, meskipun pada saat ini dinamai dengan penambangan tradisional, penambang rakyat atau bahkan penambang tanpa ijin (PETI).

4.PASCA PENAMBANGAN Emas
Sebagian besar lahan tidak produktif, karena didominasi tanah berpasir, miskin hara, kemasaman tanah rata-rata pH 5, dan sebagian lahan mengandung merkuri rata-rata 2,4 – 4,17 ppm.  Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik, kimiawi, dan biologis tanah pada lahan pasca tambang emas, untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan, menggunakan metode reklamasi terpadu. Metode penelitian ini terdiri dari kegiatan survey, eksperimen pada skala laboratorium, dan uji lapang. Metode survey dilakukan pada lokasi-lokasi pasca tambang emas di 6 lokasi dari 3 kabupaten di Kalimantan Tengah. Metode  reklamasi terpadu merupakan penggabungan proses: 1) bioremediasi dan fitoremediasi, 2) biofertilisasi (amelioran), 3) penambahan bahan organik, 4) revegetasi dengan tanaman penutup (cover crop), dan 5) Tahun ke II dan III: revegetasi dengan tanaman perkebunan.  Parameter keberhasilan penelitian, meliputi: 1) perbaikan struktur dan tekstur tanah, 2) peningkatan unsur hara tanah, 3) penurunan kadar Hg tanah, 4) peningkatan populasi biotik tanah, dan 5) kesuburan tanaman penutup. Pengukuran kadar Hg dan unsur hara tanah, menggunakan metode spektrofotometri.

Sumber:anyaranblog.wordpress.com, http://www.jpnn.com/read/2012/11/22/147680/Perusahaan-Tambang-Emas-Keluhkan-Rumitnya-Perizinan-, http://herius.wordpress.com/tambang-rakyat-dan-hak-hak-masyarakat-lokal-kondisi-terkini-dan-rancangan-solusi/





PERTAMBANGAN BATU BARA





Batubara dan Dampak yang ditimbulkan.

Selama ini batubara di Kalimantan Selatan merupakan mahkota dimata Nasional maupun Internasional. Betapa tidak, hasil batubara bara yang diekspor keluar negeri sudah melampawi target yang ditentukan. Batubara juga sudah banyak menyerap investor investor asing yang sudah menanamkan modalnya diusaha pertambangan di Kalimantan Selatan ini.
Akan tetapi batubara juga sudah banyak menyumbang terjadinya kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. Walaupun mereka para pengusaha selalu mengatakan kami sangat memperhatikan lingkungan. Kami sudah melakukan reklamasi, reboisasi dan macam macamlah.
Namun kenyataannya tidak seperti itu, kejadian yang selama ini dirasakan Masyarakat adala bukti bahwa pertambangan sudah banyak merugikan Masyarakat daripada menguntungkan.
Namun kalau kita mau bicara untung rugi, maka sudah jelas Masyarakatlah yang paling dirugikan. Betapa tidak, debu yang ditimbulakan oleh aktivitas pertambangan sudah banyak menyebabkan munculnya penyakit gangguan pernapasan/ isfa.
Sedangkan Pemerintah, sepertinya tidak peduli dengan kenyataan yang sudah menimpa Masyarakatnya. Hanya demi PAD masyarakat harus dikalahkan, masyarakat harus menerima dampak burknya.
Ternyata dampak yang ditimbulkan oleh pertamabangan bukan hanya menurunnya kualitas kesehatan fisik akan tetapi juga berdampak pada kesehatan jiwa dan cara berpikir yang sehingga tidak ada lagi nurani.
Sudah jelas batubara sangat merugikan Masyarakat, mulai dari aktivitas dilokasi pertambangan, pengangkutan, sampai stockpile. Namun mungkin dengan alasan PAD Pemerintah jadi buta. Walaupun tercatat kecelakaan lalulintas yang diakibatkan oleh truk batubara selama ini sangat besar.
Lalu pertanyaannya adalah, sampai kapan kejadian ini terus berlangsung. Apakah sampai bumi Antasari ini berubah menjadi gurun, atau sampai Masyarakat mati. Tidak cukupkah bukti yang ada, sehingga Pemerintah masih mencari cari dan meraba raba bahwa tambang adalah penyumbang kerusakan lingkungan dan mental Masyarakat di Kalsel.
Teragis memang tapi inilah kenyataan yang harus kita hadapi, apakah kita harus diam sambil menunggu mereka para pemimpin dan wakil rakyat sadar. Dan membuka mata yang sudah ditutupi oleh uang dengan bahasa lainnya adalah PAD.
     2.    PROSES PERIZINAN TAMBANG BATU BARA

 IUPK Dimohonkan oleh pemohon di atas Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (“WUPK”), dimana WUPK adalah hasil konversi dari Wilayah Pencadangan Negara (“WPN”). Selanjutnya, IUPK diberikan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia baik berupa badan usaha millik negara, badan usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Dan dismapaikan kepada bupati daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.

3.REGULASI PENAMBANGAN Batubara
regulasi terkait pertambangan batu bara di Indonesia dinilai masih dalam tahap transisi, sehingga terdapat sejumlah risiko untuk berinvestasi di dalamnya, kata lembaga pemeringkat, Fitch Ratings. Karena itu, diperlukan kejelasan dan kepastian dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah.

4.Eksploitasi Dan Eksplorasi tambang Batubara
1. Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap penambangan. Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan. Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces road), stockpile, dll.
2. Pembersihan lahan (land clearing)
Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper dan dengan menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk menebang pohon dengan diameter lebih besar dari 30 cm.
3. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil)
Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah yang masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan ditanami kembali untuk kegiatan reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke timbunan. Hal tersebut bergantung pada perencanaan dari perusahaan.
4. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden)
Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock) maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Namun bila materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan (blasting) kemudian dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga sesuai dengan produksi yang diinginkan.
5. Penimbunan Tanah Penutup (overburden removal)
Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara yaitu backfilling dan penimbunan langsung. Tanah penutup yang akan dijadikan material backfilling biasanya akan ditimbun ke penimbunan sementara pada saat taambang baru dibuka.
6. Penambangan Batubara (coal getting)

Untuk melakukan penambangan batubara (coal getting) itu sendiri, terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan coal cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara (face batubara) yang berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan, longsoran). Selanjutnya dilakukan kegiatan coal getting hingga pemuatan ke alat angkutnya. Untuk lapisan batubara yang keras, maka terlebih dahulu dilakukan penggaruan.
7. Pengangkutan Batubara ke (coal hauling)
Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan adalah pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang (pit) menuju stockpile atau langsung ke unit pengolahan.
8. Pengupasan parting (parting removal)
Parting batubara yang memisahkan dua lapisan atau lebih batubara peerlu dipindahkan agar tidak mengganggu dalam penambangan batubara.
9. Backfilling (dari tempat penyimpanan sementara)
Tanah penutup maupun tanah pucuk yang sebelumnya disimpan di tempat penyimpanan sementara akan diangkut kembali ke daerah yang telah tertambang (mined out). Kegiatn ini dimaksudkan agar pit bekas tambang tidak meninggalkan lubang yang besar dan digunakan untuk rehabilitasi lahan pasca tambang.
10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (spreading)
Terdiri dari pekerjaan penimbunan, perataan, pembentukan, dan penebaran tanah pucuk diatas disposal overburden yang telah di backfilling, agar daerah bekas tambang dapat ditanami kembali untuk pemulihan lingkungan hidup (reclamation).
11. Penghijauan (reclamation)
Merupakan proses untuk penanaman kembali lahan bekas tambang, dengan tanaman yang sesuai atau hampir sama seperti pada saat tambang belum dibuka.
5.PASCA PENAMBANGAN Batubara
   Kerusakan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak lingkungan sangat terkait dengan teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Sementara teknologi dan teknik pertambangan tergantung pada jenis mineral yang ditambang dan kedalaman lahan tambang, misalnya penambangan batubara dilakukan dengan sistem tambang terbuka, sistem dumping (suatu cara penambangan batubara dengan sistem mengupas permukaan tanah). Seiring dengan meningkatnya kegiatan perusahaan batubara resmi, juga meningkat kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) batubara di berbagai lokasi pemanbangan Kabupaten Banjar sebagai salha satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan peningkatan intensitas kegiatan PETI batubara yang berkembang cepat seiring dengan perubahan situasi dan kondisi ekonomi politik di tanah air. Adanya lahan terbuka yang secara visual tampak pada citra akibat aktivitas open mining seharusnya bisa dibedakan dna diidentifikasi secara cepat dengan lahn terbuka akibat aktivitas dan seperti misalnya perkebunan, pembukaan lahan, jalan dan pemukiman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode cepat identifikasi identifikasi lahan terbuka di lahan pasca tambang batubara dan mengetahui efisiensi relatif dan waktu metode cepat idenfikasi lahan terbuka di lahan pasca tambang batubara dibandingkan metode ground survey.

Sumber: http://himatto.wordpress.com/tag/batu-bara/,http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40937